Budayawan, sasterawan dan pengasas majalah Tempo, Goenawan Mohamad, dianugerahi pingat kebesaran Indonesia oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Goenawan bersama tujuh tokoh lain menerima anugerah Bintang Budaya Parama Dharma - pingat kehormatan tertinggi kerajaan Indonesia untuk tokoh yang dianggap berbudi pekerti mulia serta berjasa besar dalam bidang budaya.

Turut menerima anugerah itu, Gus Mus yang menjadi mudir Pondok Pesantren Raudhatul Tholibin di Leteh, Rembang di Jawa Tengah.

Enam tokoh lain yang diberi penghormatan sama sudah meninggal dunia. Mereka terdiri daripada sasterawan Jawa kuno dan penyusun Kamus Jawa Kuno - Inggeris, Petrus Josephus Zoetmulder; Wasi Jolodoro (komposer musik Jawa), Hosesein Djajadiningrat (pelopor tradisi keilmuan), Nursjiwan Tirtaamidjaja (pereka fesyen dan batik), Hendra Gunawan (pelukis dan pengarca) serta Soejoedi Wiroatmojo (arkitek).

Keputusan memberi anugerah itu dibuat Presiden Jokowi pada 7 Ogos lalu.

Pada zaman mudanya, Goenawan, 74, terkenal sebagai penyair dan antara tokoh bertanggungjawab mengeluarkan Manifes Kebudayaan 1964 yang menyebabkan karya kumpulan itu disenai hitam daripada diterbitkan di media massa.

Dia mula menulis sejak berusia 17 tahun dan ketika berusia 19 tahun, menterjemah puisi penulis AS, Emily Dickinson.

Gus Mus - atau nama sebenarnya Ahmad Mustofa Bisri, 71, adalah pemimpin kanan Nahdatul Ulama (kumpulan Islam terbesar di Indonesia).

Beliau juga salah seorang pendiri Parti Kebangkitan Bangsa serta perancang logo parti itu yang digunakan hingga kini.

Salah seorang pemimpin PKB, Gus Dur adalah presiden keempat Indonesia.

Gus Mus juga seorang penyair dan penulis kolum yang sangat dikenal di kalangan sasterawan.